Setelah Reformasi Negara Terkoptasi
Kepentingan Pengusaha

“Renungan 71 Tahun Usia Republik”

Pada usia ke 71 Republik Indonesia sudah sewajarya semua elemen Bangsa, Pemerintah dan Masyarakat berfikir ulang dan merenungkan kembali Format Politik dan Sistem Ekonomi yang kita bangun dan terapkan selama ini. Secara kenyataan Output system Politik dan Ekonomi khususnya sesudah reformasi telah menghasilkan Kemiskinan massal, disparitas pendapatan yang besar, Distribusi pendapatan yang tidak merata, ketimpangan pembangunan Barat dan Timur, Penegakan Hukum yang jauh dari rasa keadilan, tinggi semangat kedaerahan, meningkatnya issue sara, menguatnya setrifugal di daerah untuk keluar NKRI, seringnya kelompok masyarakat melampaui Negara dalam bentuk anarkis.

Bila ditelisik batas garis Kemiskinan pada angka 2 Dollars US perkapita maka kemiskinan mencapai 59% dari jumlah penduduk atau 140 juta lebih penduduk miskin, dan bila Nasional Property Line atau batas garis kemiskinan diturunkan menjadi 1,25 Dollars US, maka penduudk miskin mencapai 28,29 juta naik 1,5 juta tahun 2015.

Dari angka-angka ini, secara kasat mata terlihat adanya kemiskinan massal, sudah barang tentu mereka belum menikmati Kemerdekaan sekalipun usia Kemerdekaan sudah 71 tahun, masih banyak Rakyat menderita. Hal ini sangat jauh dari yang diharapkan para pendiri Republik yang menginginkan Negara kesejahteraan (Walfaresate) dimana ekonomi Negara kuat dan ekonomi rakyat sejahtera, dengan demikian  cita-cita pendiri Republik masih jauh dari kenyataan dan masyarakat adil dan makmur hanya sebuah mitos sesuatu yang Utopi.

Melihat kenyataan ini Pemerintah memberikan solusi dengan gerak cepat menyatuni rakyat dengan mengeluarkan kartu-kartu Indonesia Sehat, Indonesia Pintar. Tapi yang diinginkan dan dibutuhkan rakyat bukan Santunan, bagaimana Program Konkrit Pemerintah untuk dapat kembali menguasai Hajat Hidup orang banyak dengan memegang kendali kontrol sumberdaya alam yang akan digunakan untuk kemakmuran rakyat, seperti yang tertera pada Pasal 33 UUD 1945

Melihat kondisi Negara dewasa ini, dengan beban utang Rp. 4000 T lebih. Kemiskinan penduduknya yang massal, tingkat pendidikannya rata-rata rendah (SD), sementara 1% orang Indonesia menguasai 55% kekayaan Republik ini. Hal ini dapat terjadi karena Negara tidak berdaya mengontrol kelompok berpunya karena semua berjalan sesuai mekanisme pasar. Negara ditempatkan sebagai SATPAM seperti yang dikatakan Kusuma, RB. UI. bahwa Konglomerat atau Kelompok berpunya bersama kroninya berusaha mendirikan Negara Penjaga Malam (Night Watchman State) perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar (Laissez Faire).

Munculnya Problem Kenegaraan yang sangat kompleks tentu ada yang salah dan kurang pas yang diterapkan selama ini, menuyangkut system politik yang punya implikasi yang kuat pada system ekonomi. Amandaemen I – IV UUD 1945 bukan saja merubah sistem kenegaraan Indonesia dari sistem campuran yang berdasarkan Pancasila dengan sistem Politik Liberal, Amandemen UUD 1945 juga telah memporak porandakan peradaban Indonesia dari Negara kekeluargaan menjadi penekanan pada masyarakat individu.

Dewasa ini Pancasila sebagai kerangka berfikir masyarakat Indonesia sudah jauh ditinggalkan, musyawarah, untuk mufakat sudah barang usang tidak terpakai lagi, dan diganti Demokrasi 50%+1, Demokrasi yang sangat dicela Bung Karno.

Amandemen UUD 1945 telah menukar kiblat Negara kita ke Amerika dengan menerapkan Teori James Madison dimana Letak Kedaulatan tidak lagi ditangan Rakyat, dan derajat MPR diturunkan dari Lembaga Tertinggi Negara menjadi Lembaga Tinggi Negara. Penerapan Demokrasi Liberal inilah pintu masuk bagi Kelompok berpunya yang disebut Cukong-Cukong atau Pengusaha memainkan perannya sebagai pemilik modal melakukan persengkongkolan dan kolaborasi pengusaha dan penguasa. Rakyat miskin, pendidikan rendah, buta informasi ketika pilkada,, pilpres, pileg suaranya dapat dibeli dan terpilih para politisi dan pemimpin yang tidak punya integritas tak terhindarkan ujung-ujungnya proyek asset dan kekayaan Negara satu persatu jatuh ketangan pengusaha.

Dengan kembalinya ke UUD 1945 sebelum amandemen, Pasal 33 sebagai Landasan ekonomi dapat dijalankan, dan semua elemen dapat dikontrol untuk kemakmuran rakyat. Untuk menyelamatkan Indonesia dari para Penyamun dan Politisi tidak bermoral satu-satunya jalan yang paling baik kembali kepada UUD 1945 sebelum amandemen. Dimana kontrol Rakyat melalui MPR sangat efektif, peranan semua elemen masyarakat melalui MPR dapat dengan mudah di akomodasi. Tidak seperti sekarang Rakyat diperankan sebagai Popular Vote saja, setelah terpilih Pemimpin sulit untuk dapat dikontrol.

Begitu juga gonjang ganjing Politik Kenegaraan yang telah melebar menjadi Polarisasi Politik, satu-satunya jalan terbaik untuk masa depan Bangsa harus menemukan format politik yang pas dengan Tatanan Negara kita Pancasila, maka yang terbaik adalah kembali kepada UUD 1945 sebelum amandemen.

Ketua Yayasan SMA Bukit Barisan

Ir. Indra Syarif

Leave a Comment